Laboratorium pengujian keamanan pangan di Bogor itu memang bukan yang pertama di Indonesia, dan juga bukan laboratorium swasta pertama. Namun, PT Saraswanti Indo Genetech (SIG), nama resminya, adalah laboratorium pertama di negeri ini yang meraih akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) dalam lingkup uji bahan pangan dan pangan yang mengandung hasil rekayasa genetika (GMO. genetically modified organism).
YN Hari Hardono (47) adalah sosok di balik pendirian SIG. Ide awal pendiriannya tercetus ketika ia mengobrol bersama dua teman akrab sewaktu sama-sama aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah, Dwi Andreas Santosa dan Joyo Winoto, pada akhir 2000. “Lebih dari 10 tahun kami tidak bertemu, karena Andreas dan Joyo masing-masing mengambil program doktor di Jerman dan Amerika Serikat,” ujar Hari, lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ketika obrolan menyentuh masalah bioteknologi, terkuak peluang besar akan kebutuhan uji GMO. Pada saat itu, belum ada satu pun laboratorium seperti itu di Indonesia Uji GMO harus dilakukan di luar negeri, yakni di Singapura, Thailand, atau Australia. “Joyo menantang Andreas dan saya untuk bisa segera membangunnya di sini,” kata Hari mengenang.
Dari ide awal itu, Hari dan Andreas, didukung Yahya Taufik, JK. Kristiono, dan Adinugroho, mulai membangun laboratorium GMO. Laboratorium itu beroperasi secara komersial sejak pertengahan 2001, sebagai anak perusahaan PT Saraswanti Anugerah Makmur, dimana Hari menjabat direktur utamanya. Saat ini Hari dan timnya sedang membangun fasilitas gedung laboratorium baru seluas 7.000 meter persegi, dengan seluruh peralatan modern dan terbaru. Dijadwalkan beroperasi penuh pada akhir 2011, laboratorium itu nantinya mampu melayani pengujian 12.500 sampel per bulan dengan lebih dari 300 parameter uji dan waktu uji maksimal tiga hari.
Tantangan bukan hal baru bagi Hari, yang gemar menjelajah di alam terbuka semasa kuliah, dan pernah tiga hari tersesat dalam pendakian ke Gunung Rinjani, Lombok, pada 1983. Keyakinannya mendirikan laboratori um itu tumbuh melihat daya dukung legal, di antaranya UU Pangan No 7/ 1996 dan beberapa peraturan pemerintah. Kebutuhan laboratorium uji GMO semakin ia rasa urgen setelah muncul kasus tanaman transgenik berskala internasional di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Keyakinan Hari semakin besar melihat daya dukung pakar bioteknologi yang dapat menjamin terlaksananya teknis uji GMO.
Ia tidak salah. “Perkembangan bisnis itu pesat, terutama setelah Laboratorium SIG memiliki metode uji hasil temuan sendiri yang valid dan teruji secara internasional, lulus uji profisiensi di CSL United Kingdom dan APLAC, dengan predikat satisfactory performance,” jelasnya.
Perkembangan pesat semakin tampak setelah pada 2003, lingkup pengujian diperluas menjadi laboratorium uji untuk keamanan pangan dan bahan pangan secara umum. Laboratorium itu, misalnya, melakukan pengujian residu pestisida, vitamin, asam amino, pemanis, pengawet, logam berat, aflatoksin, mikrobiologi, dan lainnya. Seluruh penambahan itu terakreditasi KAN.
Setahun kemudian, laboratorium itu menjadi laboratorium rujukan Badan POM, Kementerian Pertanian, khususnya Badan Karantina, dan beberapa kementerian lain. “SIG pemah membantu Dinas Kesehatan Kotif Depok melakukan analisis makanan di sekolah-sekolah. Hasilnya, 20 persen makanan yang beredar di sekolah-sekolah di Kotif Depok mengandung bahan tambahan pangan, seperti pewarna dan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan,” tambahnya.
Lembaga Penelitian
Hari mengaku tidak tahu apakah usahanya mendirikan laboratorium itu melompat atau tidak dari inti usahanya. Bisnis laboratorium, menurutnya, memang mengutamakan pengembangan metode-metode uji terbaru yang secara khusus membutuhkan keterampilan dan kemampuan uji analis pada level tertentu.
Namun, pada kenyataannya, bisnis intinya selama ini pun sangat dekat dengan lembaga penelitian. Beberapa saat setelah berdiri, pada 1998, perusahaannya bekerja sama dengan beberapa pusat penelitan (puslit) perkebunan, seperti Pusat Penelitian Perkebunan.
Gula Indonesia, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pusat Penelitian Karet, dan Pusat Penelitian Kopi Kakao. “Jadi, kalau ada pendapat yang mengatakan dunia penelitian jauh dari angan-angan pengusaha Indonesia selama ini, mungkin kami salah satu yang tidak termasuk di dalamnya,” ujarnya
Bagi Hari, investasi atau bisnis di bidang pertanian secara umum masih menarik. Seperti perkebunan karet, sawit, tebu, hortikultura, peternakan, demikian juga bidang sarana dan prasarana pertanian serta pengolahan pascapanen. Hari mengingatkan, salah satu bidang yang tidak ambruk dalam krisis ekonomi 1998 adalah bidang pertanian dan perkebunan. “Namun, sangat besar harapan saya kepada pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi di negeri ini, khususnya perijinan dan kepastian hukum,” ujar Hari. [SP/Sotyati]
Sumber: Suara Pembaharuan, 12 Oktober 2010