Sebut nama-nama perkebunan kelapa sawit besar di Indonesia. Kemungkinan besar mereka adalah pelanggan pupuk NPK buatan PT Saraswanti Anugrah Makmur. Di balik cerita kesuksesan penguasa 3,5% pangsa pasar pupuk NPK ini, terselip sebuah kisah menarik.
Menjadi seorang pengusaha sukses adalah cita-cita banyak orang saat ini. Namun, tak demikian dengan Yohanes Nugroho Hari Hardono, pendiri dan pemilik Saraswanti Group. Sampai berumah tangga, tak sepercik pun cita-cita jadi pengusaha muncul di benaknya.
Hari, demikian penduduk Surabaya ini biasa dipanggil, tak pernah membayangkan menjadi pemegang saham mayoritas sebuah kelompok usaha yang kini beromzet Rp 1,7 triliunan per tahun. Hari juga tak pernah bercita-cita mengendalikan tentakel bisnis pupuk, perkebunan sawit, kertas, perumahan, perhotelan, bahkan laboratorium pangan, seperti sekarang.
Sampai berumur lebih 30 tahun, putra kelima perajin bengkel las di kota kecil Ambarawa ini cuma punya ingin tinggal di sebuah rumah tipe 70, punya mobil Kijang, lalu setiap minggu pergi ke gereja naik mobil bersama keluarga. Keinginan itu bisa dibilang tercapai ketika dia menduduki jabatan sebagai general manager di sebuah perusahaan pupuk alam di Mojokerto, Jawa Timur. âSaya sudah nyaman di situ. Untuk hidup, ya, sudah cukup, walau tidak lebih,â kata Hari.
Sampai suatu saat, pada tahun 1998, sebuah persoalan memicu kekecewaan Hari terhadap sang bos. Saat itulah, ketika umurnya sudah menginjak 35 tahun, baru muncul keinginannya berbisnis sendiri. âPosisi saya sudah mentok. Atasan langsung saya pemilik pabrik,â tutur insinyur pertanian lulusan Universitas Gadjah Mada tahun 1986 ini, mengenang.
Bisa ditebak, berbisnis pupuk pun menjadi ide seketika Hari. Di titik kritis hidupnya itu, dia memancangkan rencana membangun pabrik pupuk NPK, sebutan bagi pupuk yang mengandung komposisi natrium, fosfor (phosphor), dan kalium sekaligus. Saat itu, meski pupuk NPK sudah dikenal lama, aplikasi di lapangan masih jarang. Kebanyakan perkebunan masih menggunakan pupuk tunggal, antara lain pupuk urea.
Pilihan Hari untuk memproduksi pupuk NPK didasari keyakinan bahwa kebutuhan akan pupuk jenis ini bakal meledak. âSaya sudah membayangkan bahwa kebutuhan pupuk NPK tak terhindarkan lagi mengingat semakin sulit perkebunan mengumpulkan satu-satu jenis pupuk,â ujarnya.
Modal serba pinjaman
Bermodal tekad bulat, rencana rapi dia susun. Hari meminta adik bungsunya, Adhi Harsanto, mempersiapkan pembangunan pabrik. Tiga bulan kemudian, dia mengundurkan diri dari pekerjaan, lalu ikut berkonsentrasi mempersiapkan bisnis sendiri. âSaya siapkan Rp 10 juta untuk mengurus perizinan. Tabungan saya serahkan istri untuk membiayai hidup keluarga selama enam bulan. Kalau saya gagal, saya akan cari pekerjaan lagi,â lanjut Hari.
Saat mengurus perizinan itulah, sebuah kemudahan datang. Departemen Perindustrian menawarkan 60 pekerja siap pakai yang gajinya akan dibayar oleh pemerintah selama enam bulan. Dari tawaran itu, Hari cuma sanggup menampung separuhnya. Ternyata, 16 orang di antaranya keluar hanya dalam dua minggu setelah mulai kerja.
Kemudahan tak hanya datang dari pemerintah. Seorang kolega Hari, pemilik pabrik mesin, bersedia meminjamkan seperangkat mesin. Andai pabriknya gagal, mesin boleh dikembalikan tanpa membayar.
Dilengkapi pinjaman modal kerja ratusan juta rupiah dan modal tambahan dari seorang teman, Hari mulai mengibarkan PT Saraswanti Anugrah Makmur (SAM), di sebuah gudang sewaan seluas 600 meter persegi. âKami berproduksi saat ada order. Hanya enam bulan mesin terpakai,â tuturnya.
Namun, setelah itu, praktis usaha Hari berjalan lancar. Belakangan, seorang anak buahnya di tempat kerja lama, Yahya Taufik, bergabung. Sesungguhnya Yahya sudah tercatat dalam akta pendirian perusahaan sebagai pemilik sejak awal. Bersama Adhi dan Yahya, Hari berbagi kepemilikan saham SAM hingga sekarang.
Pada tahun kedua, pesanan pupuk semakin meningkat. Selama setahun, setidaknya sepuluh bulan mesinnya bisa bekerja. Baru mulai tahun ketiga, pabriknya bisa terus berproduksi dalam kapasitas penuh.
Kelancaran usaha terus mendatangi Hari hingga sekarang. Meski begitu, bukan berarti Hari cuma mengandalkan hoki. Keberhasilannya menembus pasar adalah buah dari kejelian dia menyusun strategi bisnis. Salah jurusnya adalah menggandeng Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Medan. SAM memproduksi pupuk dengan formula hasil penelitian lembaga itu, disesuaikan dengan karakter masing-masing kebun pemesan. Jurus merangkul pusat penelitian seperti itu juga dia terapkan untuk membidik kebun kopi, kakao, dan tebu. âSaya membayar royalti hingga Rp 7 miliar setahun,â ungkapnya.
Mengawali bisnis tanpa cita-cita, bukan berarti kini Hari sama sekali tak memiliki ambisi. Salah satu impiannya saat ini adalah memperbesar pangsa SAM di pasar pupuk NPK nasional. Dari penguasaan 3,5% saat ini, dia ingin lima tahun lagi menguasai 10% pangsa pasar.
Layak dapat jempol, kan?