Yohanes Nugroho Hari Hardono merupakan satu dari sekian banyak mantan karyawan yang sukses terjun ke dunia bisnis. Bukan bisnis skala kecil lagi. Di bawah bendera usaha Saraswanti Group, pria 51 tahun ini sukses mengantongi omzet hingga Rp 1,7 triliun per tahun.
Lini usahanya mencakup banyak sektor, mulai dari pupuk, perkebunan, properti, laboratorium hingga perkapalan. Sukses ini didapatnya dalam waktu 16 tahun sejak merintis usaha tersebut pada tahun 1998.
Ceritanya bermula pada tahun 1998 ketika ia memutuskan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja. Kala itu usianya sudah menginjak 35 tahun. Hari saat itu bekerja di sebuah perusahaan pupuk alam di Mojokerto, Jawa Timur. Sebagai karyawan, posisi Hari sebenarnya sudah tergolong nyaman dengan jabatan general manager.
Namun, jiwa mudanya berontak. Sebagai karyawan, tetap ada perasaan kurang puas di dalam dirinya. “Lalu saya berpikir, kenapa saya tidak melakukan punya sendiri,” ungkapnya kepada KONTAN belum lama ini.
Hari lalu memutuskan untuk cabut dari perusahaan itu. Saat itu, di kepalanya hanya ada satu opsi, yakni merintis bisnis sendiri. “Sebenarnya saya tidak menutup opsi untuk mencari pekerjaan lagi, tapi prioritas saya saat itu adalah berbisnis,” ujarnya.
Sebagai sarjana pertanian lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1986, di tambah pengalaman bekerja di perusahaan pupuk, ia pun tertarik merambah bisnis pupuk. Hari mengaku, sejak kuliah sudah senang bergelut dengan dunia pupuk.
Kebetulan saat kuliah di Fakultas Pertanian UGM dia mengambil ilmu tanah. Dan, ada satu mata kuliah khusus tentang pupuk. “Kami saat itu diajari cara membuat pupuk,” ujarnya.
Sejak itu, minatnya terhadap pupuk tumbuh lebat. Makanya, ketika memasuki dunia kerja dia memilih bergabung dengan perusahaan pupuk. Hari mengaku, ketika awal merintis bisnis, tidak yakin 100% bisnisnya bakal berhasil. “Saat itu saya hanya 70% optimistis sukses,” ucapnya.
Nah, bila gagal berbisnis, ia pun berencana untuk mencari pekerjaan baru di tempat lain. Makanya, ia membuka peluang untuk mencari pekerjaan lagi di tempat lain.
Sebagai debut awalnya, dia langsung memancangkan rencana membangun pabrik pupuk NPK, sebutan bagi pupuk yang mengandung komposisi natrium, fosfor (phosphor), dan kalium sekaligus.
Pilihan Hari untuk memproduksi pupuk NPK didasari pada keyakinan bahwa kebutuhan akan pupuk jenis ini bakal meledak. Saat itu, meski pupuk NPK sudah dikenal lama, penggunaannya di lapangan masih jarang. Kebanyakan perkebunan masih menggunakan pupuk tunggal, antara lain pupuk urea.
Merintis usaha
Hari sudah mulai merintis pendirian pabrik menjelang keluar dari perusahaan tempatnya bekerja. Saat itu dia sudah menugaskan adik bungsunya, Adhi Harsanto untuk mempersiapkan pembangunan pabrik.
Tiga bulan kemudian, dia mengundurkan diri dari pekerjaan, lalu ikut berkonsentrasi mempersiapkan bisnis sendiri. Untuk mengurus perizinan pendirian pabrik ia menyiapkan uang sebesar Rp 10 juta. Di luar dugaan, saat mengurus perizinan itu sebuah kemudahan datang.
Departemen Perindustrian menawarkan 60 pekerja siap pakai yang gajinya akan dibayar oleh pemerintah selama enam bulan. Dari tawaran itu, Hari cuma sanggup menampung separuhnya.
Ternyata, 16 orang di antaranya keluar hanya dalam dua minggu setelah mulai kerja. Kemudahan tak hanya datang dari pemerintah. Seorang kolega Hari, pemilik pabrik mesin, bersedia meminjamkan seperangkat mesinnya. Andaikata pabriknya gagal, mesin boleh dikembalikan tanpa membayar.
Dilengkapi pinjaman modal kerja ratusan juta rupiah dan modal tambahan dari seorang teman, Hari mulai mengibarkan PT Saraswanti Anugrah Makmur, di sebuah gudang sewaan seluas 600 meter persegi. “Kami berproduksi saat ada order. Hanya enam bulan mesin terpakai,” tuturnya.
Namun, setelah itu, praktis usaha Hari berjalan lancar. Belakangan, seorang anak buahnya di tempat kerja lama, Yahya Taufik, bergabung. Sesungguhnya Yahya sudah tercatat dalam akta pendirian perusahaan sebagai pemilik sejak awal. Bersama Adhi dan Yahya, Hari berbagi kepemilikan saham Saraswanti Anugrah hingga sekarang.
Di tahun kedua, pesanan pupuk semakin meningkat. Selama setahun, setidaknya sepuluh bulan mesinnya bisa bekerja. Baru tahun ketiga, pabriknya bisa terus berproduksi dalam kapasitas penuh.
Kelancaran usaha terus mendatangi Hari hingga sekarang. Hingga saat ini ia sudah menguasai 3,5% pangsa pasar pupuk NPK. Hari juga mulai membidik pasar ekspor. “Tiga tahun terakhir kami ekspor ke Jepang,” katanya.
Ia menargetkan, dalam waktu dua sampai tiga tahun bisa menguasai 10% pangsa pasar di dalam negeri. Untuk mencapai target itu, ia tak berhenti ekspansi di bisnis pupuk. Total pabrik pupuk NPK-nya saat ini ada tiga unit dengan kapasitas produksi mencapai 360.000 ton. Sementara untuk pupuk dolomit 120.000 ton.
Dengan rincian, pabrik di Mojosari, Jawa Timur dua unit, Palembang satu unit dan Medan satu unit. “Khusus di Palembang pabrik pupuk dolomit,” katanya. Sampai saat ini Hari masih gencar menambah pabrik pupuk, khususnya NPK. Di Medan dia menambah satu pabrik lagi.
Sementara di Kalimantan Tengah dia membangun satu pabrik baru lagi. Ia menargetkan, dalam dua atau tiga tahun ke depan kapasitas pabrik pupuknya mencapai 700.000 sampai 800.000 ton.
Saat ini, lini usaha pupuk menyumbang hingga 65% terhadap total pendapatan Saraswanti Group. “Sisanya yang 35% dari usaha lain-lain,” kata Hari. Selain pupuk, Hari juga merintis bisnis perkebunan sawit sejak tahun 2003. Perusahaannya menggenggam izin konsesi lahan seluas 67.000 hektar (ha). Sementara yang sudah ditanami seluas 16.000 ha – 20.000 ha.
Lahan perkebunannya ini tersebar di sejumlah daerah, seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan. Sementara di Pulau Jawa, lahan yang dikuasanya mencapai sekitar 400 ha. Lahan tersebut ditanami aneka komoditas, seperti tebu, karet dan cengkeh.
Setelah merambah perkebunan, ia juga mencoba peruntungan di bisnis properti sejak 2005. Di bisnis ini, Hari awalnya coba-coba dalam skala kecil. “Dari kecil bikin rumah 20 unit. Kok bagus, lalu masuk,” jelasnya.
Sampai saat ini ia sudah mengembangkan sejumlah proyek, seperti hotel, apartemen dan ballroom di Yogyakarta dan Surabaya.