Berawal dari pupuk Yohanes Nugroho Hari Hardono, CEO sekaligus pendiri dan pemilik mayoritas saham Kelompok Usaha Saraswanti, meluaskan bisnisnya hingga ke berbagai sektor usaha lainnya. Diantaranya perkebunan, laboratorium, properti, bahkan pabrik kertas. Kini kerajaan bisnisnya yang punya markas besar di Jalan Raya Juanda Waru, Sidoarjo, Jawa Timur itu sukses mencetak omset hingga Rp. 2,3 triliun rupiah.

Kendati perusahaannya telah meraih omset triliunan rupiah, penampilan Yohanes terlihat sangat sederhana. Ketika ditemui SWA di hotel bintan empat miliknya, The Alana di Surabaya, lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada ini terlihat hanya mengenakan celana pantolan warna gelap dengan kemeja putih tanpa jas.

Barangkali yang menunjukkan ”status” dirinya itu adalah tungangannya, Mercy terbaru S350 berkelir hitam yang ditumpanginya bersama SWA dari Surabaya menuju dua pabrik pupuknya di Mojokerto. Dalam perjalanan selama hampir satu jam itu, pria berpembawaan kalem yang kerap disapa Hari itu pun menceritakan bisnisnya.

Menurut Hari, darah bisnisnya mengalir dari kedua orang tuanya, Haroen Hadi Soenaryo (93 tahun) dan Soewarni (84 tahun). Ia ingat ketika dirinya masih belia, ayahnya yang seorang guru mendirikan bengkel las di kampung halamannya, Ambarawa Jawa Tengah. Sementara ibunya memiliki toko. Semasa kecil hingga remaja putra kelima di keluarganya itu diperkenalkan langsung dengan dunia bisnis oleh kedua orang tuanya.

Karena itu, ketika merasa karirnya sebagai general manager sudah mentok di sebuah perusahaan keluarga yang memproduksi pupuk dolomite alias pupuk alam di Gresik, Ja-Tim, dirinya pun langsung berjibaku membesut bisnis sendiri.

Diakui pria kelahiran 27 Juni 1963 ini, keputusannya saat itu memang beresiko tinggi. Ia memutuskan berhenti pada akhir 1998 ketika krisis moneter sedang melibas hampir semua sektor usaha di indonesia. Ia nekat mencari tantangan baru walaupun sebenarnya kondisi perusahaannya justru aman karena pasokan bahan bakunya tidak bergantung pada pasokan dari luar negeri dan pesaing juga hilang karena produk impor tidak bisa masuk.

Yang penting baginya urusan dapur diamankan terlebih dulu. Uang tabungan senilai Rp 50 juta diserahkan ke istrinya, Agnes Martaulina Dwi Saraswanti Halolo untuk biaya makan keluarga selama enam bulan. Selama enam bulan itu Hari berusaha merintis bisnis sendiri “Kalau bisnisnya gagal saya siap menjadi karyawan kembali,” ujarnya.

Untuk modal awal Hari mendapat banyak pinjaman dan bantuan dari teman. Modal kerja sebesar Rp 230 juta ia gunakan untuk menyewa gudang dan kantor, memasang listrik, mencicil mesin produksi dan sebagainya. Bismis baru yang digelutinya memang masih seputar pupuk, tetapi sekarang ia memperoduksi pupuk NPK yang berbahan baku natrium, fosfat dan kalium; bukan pupuk alam seperti di perusahaan sebelumnya.

Diberi nama PT. Saraswanti Anugerah Makmur, usaha barunya ternyata berkembang pesat, kendati untuk modal demi memenuhi oreder pertama, ia dipinjami uang kakanya. Lambat laun Hari berhasil mengembangkan bisnisnya , bahkan mebuat inovasi dengan memperoduksi pupuk NPK dalam bentuk tablet, sebuah produk yang kala itu tak banyak perusahaan yang sanggup membuatnya.

Karena keberhasilan itu Hari lantas kerap menjadi pusat maklun NPK tablet untuk berbagai perusahaan kakap. Kliennya antara lain PT. Pasir Maung Fertilizer yang memenangi tender dari PTPN XII dan PT. Yunawati. Bahkan, perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya pun menjadi klien NPK tabletnya. Dalam waktu singkat, pada tahun pertama beroperasinya, 1999, perusahaannya sudah mencetak omset Rp. 3,8 miliar dengan produksi mencapai 1.000 ton/tahun.

Menurut Hari, keberhasilannya yang diraihnya tak lepas dari inisiatifnya menggandeng para ahli pertanian dan perkebunan. Sebagai contoh, pupuk NPK briket yang turut diproduksinya dan diberi merk Halei merupakan hasil kerja sama Saraswanti dengan Pusat Penelitian Perkebuna Gula Indonesia. Kemudian ada pupuk NPK merek Pukalet yang dikhususkan untuk tanaman karet yang merupakan hasil kerja sama denga Pusat Penelitian Karet.

Selain itu, Hari pun tak segan memasarkan langsung produknya ke berbagai sentra perkebunan sawit, cengkeh, karet dan sebagainya. Bahkan penjualan dalam skala kecil sebesar 2-3 ton pun dilayaninya.

Dengan strategi tersebut, bisnisnya meningkat pesat. Di tahun kedua, penjualannya meroket dua kali lipat lebih, mencapai Rp. 8,4 miliar, di tahun ketiga Rp. 14,5 miliar serta Rp 23 miliar pada tahun berikutnya. Adapun lonjakan penjualan tebesar terjadi di tahun 2008, dari Rp 250 miliar menjadi Rp. 750 miliar. Hal ii disebabkan harga pupuk NPK sempat mencapai Rp. 10.000/kg, daro sebelumnya sekitar Rp. 4000/kg. Produksi pun sudah mencapai sekitar 90 ribu ton.”Kenaikan omset rata-rata 30%-40% per tahun “ katanya.

Perkembangannya kini pun kian mencengangkan. Pabrik pupuknya di tahun 2012 mencetak omset Rp 1,1 triliun dan setahun berikutnya Rp. 1,5 triliun.

Sukses dengan bisnis pupuk NPK sejak tahun pertama nampaknya membuat Hari keranjingan menjajal bisnis lain. Dengan puluhan perusahaan yang berbeda, dirinya lantas menjajal berbagai bisnis lainnya seperti laboratorium analisis pangan, perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, serta pembangunan perumahan dan gedung bertingkat seperti perkantoran, hotel, kondotel, dan apartemen. Bahkan bisnis kertas dan jasa ekspedisi muatan kapal laut pun turut dilayarinya.

Jika seluruh bisnisnya digabungkan, Grup Saraswanti tahaun lalu mencetak omset total Rp. 2,3 triliun. Dari jumlah tersebut, 60%-nya disumbang bisnis pupuk, 10% dari sektor perkebunan, 10% dari lab, 15% dari sektor properti dan lain-lain menyumbang 5% omset. “Pupuk masih akan menjadi primadona, disusul perkebunan,” katanya seraya menyebutkan target omset grupnya tahun ini Rp 2,5 triliun.

Meski Hari terlihat sebagai midas, yang kerap mengubah berbagai bisnis yang disenanginya menjadi emas, sebagi manusia biasa, ia pernah gagal juga. Bisnis rokok termasuk salah satu bisnis yang gagal diraihnya meski ia sudah berjuang selama 11 tahun dengan invesatasi total Rp 35 miliar. Selain itu, ia juga pernah gagal mengelola pabrik daur ulang plastik pada 2005.

Meski demikian, kemalangan itu tidak menyurutkan langkah ayahanda Yeri (16 tahun), Mario (13 tahun) dan Christina (12 tahun) itu. Bisnis pupuknya pun akan dikembangkan lebih subur lagi. Dalam lima tahun ke depan ia berharap bisa menguasai 10% pangsa pupuk NPK secara nasional, dari saat ini sebesar 2%-3%. Bahkan ia, bercita-cita di 2016 divisi pupuknya akan melantai di bursa saham.

saraswanti_hari-hardono_swa

Eddy Dwinanto Iskandar & Darandono

Riset : Muhammad Rizki Faisal

Sumber : SWA17XXX14-27 Agustus 2014101