Kemegahan Menara AMG (Anugerah Matahari Gemilang) di jalan Dukuh Menanggal 1A, Surabaya, bisa dijadikan simbol era kebangkitan bisnis Grup Saraswanti. Dari lantai 19-21 di gedung ini, Yohanes Nugroho Hari Hardono, CEO sekaligus pendiri Grup Saraswanti, mengendalikan kerajaan bisnisnya. Bermula dari bisnis pupuk, kini Hari menjelma menjadi pengusaha yang kian diperhitungkan di Jawa Timur.

Lihat saja unit bisnis yang dikembangkan: dari perkebunan, laboratorium, properti, hingga pabrik kertas. “Akhir tahun ini kami akan meresmikan satu hotel bintang 4 lagi, yaitu Innside Melia di Yogyakarta. Ini merupakan hotel yang ketiga setelah The Alana & Convention Yogyakarta dan The Alana Surabaya. Kami siap mengembangkan di beberapa lokasi lagi seperti Bogor, Surabaya dan Semarang,” kata Hari.

Alumni Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada ini memulai bisnis tahun 1999. Dengan modal awal Rp 230 juta, ia menggeluti bisnis pupuk NPK yang berbahan baku natrium, phosfat dan kalium di bawah bendera PT Saraswanti Anugerah Makmur. Dalam waktu singkat, pada tahun pertama beroperasi, perusahaannya sudah mencetak omset Rp3,8 miliar dengan produksi mencapai sekitar 1.000 ton/tahun.

Diakui suami Agnes Martaulina Dwisaraswanti Haloho ini, target pasar yang dibidik adalah perusahaan swasta nasional seperti Astra Agro Lestari, Grup CT, Grup Triputra dan perusahaan perkebunan yang dikelola pemerintah seperti PTPN I-XIV dan Grup Rajawali. Kontribusi penjualan pupuk terbesar berasal dari penjualan di perusahaan swasta nasional sebesar 70%-75%, sisanya perusahaan yang dikelola pemerintah. “Kelebihan kami, karena melakukan taylor made serta melakukan analisis tanah dan daun, pupuknya sesuai dengan kebutuhan. Cara ini lebih efektif dan efisien, karena penghematan biaya bisa mencapai 20% dan hasilnya bagus,” kata pria kelahiran 27 Juni 1963 ini.

Setelah sukses mengembangkan pupuk, putra kelima pasangan Haroen Hadi Soenaryo (alm.) dan Soewarni (alm.) ini mencoba berbagai bisnis lainnya, di antaranya laboratorium analisis pangan, perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, serta pembangunan perumahan dan gedung bertingkat seperti perkantoran, hotel, kondotel dan apartemen. Bahkan, bisnis kertas dan jasa ekspedisi muatan kapal laut juga dimasuki.

Hari memperkirakan kontribusi bisnis pupuk terhadap pendapatan grup mencapai 60%, properti 15%, lab 10%, kebun sekitar 8%, lain-lain 7% (dari tongkang, pucuk tebu, kertas dan lain). Total omset tahun lalu Rp 1,8 triliun, sedangkan tahun ini dari target Rp 2 triliun mungkin akan tercapai Rp 1,85 triliun karena ada penurunan pada bisnis properti.

Tahun depan, produksi pupuk akan naik karena ada penambahan dua pabrik baru, yaitu di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara (Tanjung Morawa). Pembangunan dua pabrik dengan investasi Rp 240 miliar itu akan menambah kapasitas produksi pupuk sekitar 160 ribu ton. “Dengan tambahan dua pabrik baru, kapasitas produksi pupuk akan mencapai 4.600 ton tahun,” katanya.

Dalam lima tahun mendatang Hari berharap bisa menguasai 10% pangsa pasar pupuk NPK secara nasional dari saat ini yang sebesar 3%-5%. Hari menargetkan divisi pupuknya akan melantai di bursa saham pada pertengahan 2017. “Saya inginkan dalam 3-5 tahun ke depan akan buat pabrik di luar negeri, khususnya di Malaysia dan Vietnam,” katanya. Langkah itu dilakukan dalam upaya ekspansi pasar ke luar negeri. “Karena, tidak mungkin mengekspor pupuk dari Indonesia mengingat biaya transportasinya yang sangat tinggi.”

Dengan memiliki karyawan lebih dari 10 ribu orang, Saraswanti telah berperan dalam penyerapan tenaga kerja serta berkontribusi terhadap perekonomian melalui pajak dll. “Saraswanti Group masuk dalam 30 besar pembayar pajak terbesar di Jawa Timur,”ungkap Hari tanpa bersedia menyebut jumlah pajak yang dibayar. (Darandono)

Sumber: Majalah SWA 19 XXXII. 15-28 September 2016. Sajian Utama, Hal. 48

swa-2016-19swa-2016-19-b