Abstract

Luas gambut di Indonesia sekitar 18,3 juta hektar dimana sekitar 1,7 juta hektar digunakan untuk budidaya sawit.  Potensi lahan gambut yang demikian besar mendorong perluasan pemanfaatan lahan  dibeberapa provinsi yang memiliki areal gambut luas, seperti Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Pemanfaatan ini harus diibangi dengan pengelolaan secara lestari agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar dimasa depan. Pengelolaan lahan gambut secara lestari khususnya untuk budidaya sawit banyak terdapat kendala, salah satunya adalah kesuburan tanah. Permasalahan kesuburan tanah di lahan gambut meliputi sifat bahan yang remah, pencucian hara yang intensif, kemasaman tanah dan kesuburan asli tanah yang rendah. Pengelolaan yang perlu dilakukan adalah tata kelola air yang bijak, pemilihan jenis gambut yang sesuai, pengelolan kemasaman tanah dan pengelolan kesuburan tanah. Teknologi yang dikembangkan Saraswanti dalam pengelolaan lahan gambut lestari antara lain memalai rekayasa komposisi dan dosis unsur hara yang disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing kondisi tanah, rekayasa bentuk melalui modifikasi luas permukaan dan kerapatan pupuk dan rekaya lama pelepasan unsur hara. Kombinasi dari ketiga unsur tersebut terbukti efektif mengatasi permasalahan dilahan gambut.

Keyword: Gambut, Pemupukan

 

Pendahuluan

Luas gambut di Indonesia sekitar 18,3 juta hektar yang tersebar berbagai wilayah Indonesia. Dari luasan tersebut sekitar 1,7 juta hektar digunakan untuk budidaya sawit, dimana sekitar 1,4 juta hektar berada di Sumatra dan sisanya di Kalimantan (Tropenbos Indonesia, 2012). Lahan gambut yang diusahakan untuk sawit sebagian besar dikelola oleh perusahaan, hanya sekitar 700 ribu hektar yang berstatus sawit rakyat. Potensi lahan gambut yang demikian besar mendorong perluasan pemanfaatan lahan  dibeberapa provinsi yang memiliki areal gambut luas, seperti Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Perluasan dilahan gambut, selain didorong oleh potensi ketersediaan lahannya juga didukung oleh suplai air yang melimpah yang ada dilahan tersebut. Suplai air ini sangat dibutuhkan untuk budidaya sawit guna mendukung tanaman dapat tumbuh dengan baik. Agar tanaman dapat tumbuh dengan baik, perlu tindakan pengelolan terutama masalah drainase dan nutrisi hara. Dengan pengaturan drainase, gambut dapat dikelola agar kebutuhan air sesuai untuk kegiatan budidaya yang dilakukan. Penggunaan pupuk yang sesuai dengan karakter dari gambut memberikan jaminan terhadap ketersedian nutrisi hara untuk tanaman.

Saraswanti melalui divisi pupuk mengembangkan teknologi penyediaan unsur hara yang sesuai untuk budidaya sawit dilahan gambut. Teknologi tersebut berupa rekayasa formulasi, bentuk dan  kecepatan kelarutan pupuk. Teknologi tersebut dikemas dalam salah satu merek dagang produk Saraswanti divisi pupuk dengan merk “PALMO”. Produk PALMO sudah banyak digunakan oleh stakeholder sawit di Indonesia dan terbukti dapat memberikan solusi terkait dengan penyediaan nutrisi hara khususnya untuk sawit.

 

BAB 1. Permasalahan Kesuburan di Lahan Gambut

  • Sifat Bahan

Gambut mempunyai material seperti spon dengan ciri koloid yang dapat menahan sejumlah air (Driessen and Rohimah, 1976). Agar sesuai untuk areal budidaya, kawasan gambut didrainase terlebih dahulu untuk mengantur tinggi permukaan air. Drainase yang berlebihan menyebabkan air terjerap hilang, sehingga terjadi perubahan tidak balik pada struktur koloidal yang berakibat gambut kehilangan sebagian besar daya retensi air. Gambut kering menjadi hidrofobik dan sulit untuk dibasahi kembali, menjadikanya sangat rentan terjadi kebakaran. Kehilangan air dan juga perubahan struktur koloid menyebabkan pengerutan tidak balik gambut. Gambut menjadi granuler dengan kondisi fisik yang tidak mendukung produktivitas pertanian dan kepekaan yang tinggi terhadap erosi. Struktur yang lemah ini menyebabkan daya ikat pada akar sangat rendah, berpotensi roboh pada beberapa jenis tanaman tahunan.

Sumber unsur hara didominasi berasal dari hasil pelapukan bahan-bahan organik yang melapuk. Ketiadaan bahan mineral sebagai penyumbang unsur hara menyebabkan kesuburan asli digambut sangat rendah.  Rachim (1995) menyampaikan bahwa selain miskin sumber primer, kondisi lingkungan di gambut menjadikan unsur tersebut banyak tidak tersedia.

  • Pencucian Hara

Pencucian hara pada lahan gambut topogen terjadi sangat intensif, ada dua faktor yang sangat berpengaruh yaitu tapak jerap dan pola drainase. Tapak jerap mengandung muatan negatif yang akan sangat mempengaruhi kapasitas tukar kation. Tapak jerapan dan pertukaran ion berasosiasi dengan koloid hidrofilik gambut yang dinamakan asam humat dan hemiselulosa (Volarovich and Churaev 1968 cit Rieley et al., 1996). Fraksi organik gambut tropika mengandung sejumlah besar hemiselulosa, sellulose, lignin, bahan humat, dan sejumlah kecil protein, waxes, tannins dan resin. Kapasitas pertukaran kation gambut sangat ditentukan oleh fraksi lignin yang relatif stabil dan bahan humat, termasuk asam fulvat dan asam humat, yang membentuk kompleks yang stabil dengan ion logam (Rieley et al., 1996). Pada gambut fibris, fraksi lignin masih dalam bentuk rantai karbon dengan muatan yang sangat rendah. Pada kondisi ini tidak ada agent yang mampu menjaga hara dalam komplek pertukaran sehingga sangat mudah tercuci.

Pengaturan muka air dilahan gambut agar tetap sesuai untuk budidaya membutuhkan pengelolaan drainase yang intensif. Akibatnya banyak kandungan yang terlarut dalam air tersebut juga berpindah mengikuti pola drainase. Secara tidak langsung akan terjadi pencucian unsur hara baik terbawa masuk ataupun keluar. Dengan kombinasi antara pencucian hara yang intensif dan kesuburan asli tanah yang rendah menyebabkan lahan gambut masuk dalam kriteria lahan marginal.

  • Kemasaman

Kemasaman di tanah gambut apabila diukur dengan skala pH menunjukan reaksi masam. Kemasaman tanah gambut berhubungan dengan kehadiran komponen organik, H dan Al dapat ditukar, besi sulfat dan komponen sulfur teroksidasi. Berbeda dengan tanah mineral, kehadiran asam-asam organik sangat menentukan kemasaman dan kehadiran Al dapat ditukar kurang penting.  Kisaran kemasaman bahan organik sangat lebar. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Sri Nuryani (2007) bahwa pengembangan pertanian di lahan gambut menghadapi kendala antara lain tingginya asam-asam organik.

  • Kesuburan Asli

Kesuburan asli tanah diperoleh dari pelapukan bahan-bahan ada pada lokasi tersebut, pada tanah gambut pelapukan yang terjadi didominasi oleh bahan-bahan organik sisa dari tanaman yang tumbuh diatasnya. Karena bahan tersebut bukan merupakan sumber kaya mineral hara, maka banyak dijumpai kekahatan hara di tanah gambut.  Kekahatan hara banyak terjadi pada gambut dalam dibandingkan gambut dangkal (Anderson, 1983 cit. Rieley et al., 1996). Sebagian besar gambut dalam diwilayah tropika mengandung kurang dari 5% bahan mineral. Gambut pada kondisi perawan umumnya mempunyai kandungan P sangat rendah. Sebagian besar berada dalam bentuk organik dan harus mengalami mineralisasi dulu sebelum tersedia bagi tanaman.

Daya hantar listrik gambut tropika umumnya kurang dari 100 µS cm-1, kecuali gambut pantai yang bisa mencapai 470 µS cm-1. Kondisi ini berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan unsur mikro. Tanah gambut juga kahat unsur mikro karena dikhelat (diikat) oleh bahan organik (Rachim, 1995).

 

BAB 2. Pengelolaan Kesuburan di Lahan Gambut

2.1. Tata Kelola Air

Air sebagai sarana pelarut dari berbagai bahan khususnya pada kaidah pergerakan hara memegang peran penting dalam konsep penyediaan untuk tanaman. Pergerakan air secara tidak langsung akan mempengaruhi pergerak hara dalam tanah. Mempertahankan tanah dalam kondisi kecukupan akan memberikan lingkungan tumbuh yang baik dalam upaya penyediaan kebutuhannya termasuk hara.

Lahan gambut mengalami proses pembasahan dan pengeringan secara periodik.  Kondisi ini berdampak pada  kontribusi berbagai proses pelepasan hara atau transformasi untuk mengubah ketersediaan unsur hara. Pengeringan tanah menstimulasi mineralisasi Nitrogen (3 kali lebih tinggi) dan mengurangi denitrifikasinya (5 kali lebih rendah) dibandingkan dengan tanah basah secara terus menerus. Pada kondisi basah, denitrifikasi meningkat menjadi 20 mg N m-2 d-1, yang jauh lebih tinggi daripada denitrifikasi dibandingkan dengan kondisi pada umumnya. Pengeringan tanah juga merangsang pelepasan N dan K tersedia, namun pelepasan P tidak terpengaruh. Sebaliknya, P yang dapat diekstraksi meningkat pada pembasahan tanah  menurut Mohr dkk (1972).

Ketersediaan Fosfor pada kondis basah sebagian besar dikendalikan oleh kesetimbangan kimia di dalam tanah (Suharta, 2007). Terutama dikisaran pH 4-6, pembasahan menurunkan ketersediaan Fosfor membentuk Fe-P. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa imobilisasi mikroba dapat mengontrol ketersediaan P untuk tanaman (Driessen dan Rohimah, 1976). Mempertahankan kondisi teroksidasi dapat membantu penyediaan P tetap dalam koplek pertukaran.

Pelepasan Kalium di tanah dikendalikan oleh adsorpsi fisik pada partikel tanah lempung (Driessen dan Rohimah, 1976). Karena adsorpsi K meningkat dengan drainase tanah, ketersediaan K untuk tanaman cenderung menurun setelah drainase. Pada gambut, adsorpsi fisik tidak terjadi karena rendahnya kisi kristalin pada lempung yang  menangkap K. Membasahi kembali daerah yang sebelumnya dikeringkan pada gambut telah dipraktikkan dalam pemulihan lahan basah (Pfadenhauer dan Grootjans, 1999). Tujuan pembasahan ulang adalah untuk mengurangi aerasi tanah dan menurunkan mineralisasi N. Penambahan sulfat pada percobaan Venterink dkk (2002) cenderung menurunkan denitrifikasi N sehingga dapat mencegah terjadinya kehilangan akibat pencucian. Aplikasi ini dilakukan bersamaan dengan pembasahan pada lahan yang semula kering.Pengaturan drainase sebaiknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan budidaya yaitu wilayah komplek pertukaran akar. Drainase yang baik, khususnya pada komplek pertukaran akar dapat membantu kelestarian lahan gambut. Dengan pengelolaan yang baik dapat mengurangi pencucian unsur hara, menurunkan tingkat subsidence, mencegah terjadinya kebakaran dan menjaga kelestarian sumber air dibawahnya.

2.2. Jenis Gambut

Gambut yang telah melapuk lanjut mempunyai fraksi lignin yang lebih dominan.  Fraksi lignin relatif stabil didalam tanah dan  membentuk kompleks yang stabil dengan ion logam (Rieley et al., 1996). Kondisi ini membantu dalam pembentukan tapak jerap sehingga nilai dari kapasitas tukar katiaon meningkat. Dengan peningkatan tersebut, maka peluang penyediaan unsur hara semakin tinggi. Karena kondisi telah stabil, tingkat subsidence yang terjadi juga relatif rendah. Subsidence yang cukup intensif akan sangat merugikan karena dapat menyebabkan tanaman menjadi roboh khususnya pada tanaman tahunan.

Kawasan gambut secara ekologis berfungsi sebagai penyimpan air yang akan berguna pada saat terjadi kekeringan. Tindakan drainase yang berlebihan pada saat pembukaan lahan dapat menyebabkan fungsi ekologis ini menjadi rusak. Kawasan peat dome merupakan wilayah yang rentan terjadi kerusakan apabila dilakukan drainase secara berlebihan. Pengusahaan budidaya sebaiknya menghindari kawasan peat dome agar terhindar dari kerusakan ekologis. Jenis -jenis gambut fibris mempunyai kerentanan yang tinggi dari sisi pengelolaan. Selain menimbulkan tantangan yang banyak, juga akan mengkaibatkan kerusakan lingkungan yang lebih parah.

2.3. Pengelolaan Kemasaman

Tanah gambut bereaksi masam, dengan demikian diperlukan upaya  untuk meningkatkan pH sehingga memperbaiki media perakaran tanaman. Pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun dapat dikurangi dengan teknologi pengelolaan air dan menambahkan bahan-bahan yang banyak mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kahat unsur hara untuk memberikan hasil yang optimal i dapat dilakukan dengan tindakan ameliorasi dan pemupukan. Namun yang perlu diperhatikan bahwa bahwa ameliorasi untuk memperbaiki kesuburan tanah gambut juga dapat memacu emisi, karena ameliorasi akan menurunkan rasio C/N dan akan memacu dekomposisi gambut. Dengan demikian pemanfaatan lahan gambut harus berdasarkan pada pertimbangan yang rasional antara keuntungan ekonomi yang didapat dengan kerugian lingkungan yang akan diderita (Widyati, 2011).

Tidak seperti tanah mineral, pH tanah gambut cukup ditingkatkan sampai pH 5 saja karena gambut tidak memiliki potensi Al yang beracun. Peningkatan pH sampai tidak lebih dari 5 dapat memperlambat laju dekomposisi gambut. Pengaruh buruk asam-asam organik beracun juga dapat dikurangi dengan menambahkan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen seperti dolomit,  terak baja, tanah mineral laterit atau lumpur sungai (Salampak, 1999; Sabiham et al, 1997). Pemberian tanah mineral berkadar besi tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Mario, 2002; Salampak, 1999; Suastika, 2004; Subiksa et al., 1997).

Menjaga tinggi muka muka air agar lapisan pirit tidak teroksidasi akan sangat efektif dalam menekan terjadinya peningkatan pH secara drastis. Lapisan pirit yang teroksidasi dapat menurunkan pH tanah sampai dengan sangat masam. Pada kondisi ini, tanaman secara umum tidak dapat bertahan hidup.

2.4. Pengelolaan Kesuburan

Kandungan hara gambut yang sangat rendah perlu ditingkatkan dengan pemupukan N, P, K, Ca dan Mg. Daya pegang yang rendah terhadap kation pada tanah gambut perlu diantisipasi dengan penggunaan pupuk yang lepas lambat. Unsur mikro tidak dapat tersedia untuk tanaman sehingga pemupukan unsur mikro terutama yang mengandung Zeng Sulfat sangat diperlukan. Penambahan unsur mikro dalam pemupukan dapat membantu meningkatkan ketersediaan hara untuk tanaman.

Semakin tinggi kandungan fosfat alam dan kadar Fe dalam air tanah semakin besar kontribusinya dalam menekan kehilangan karbon, rata-rata kehilangan karbon dari tanah gambut pertahun dapat ditekan sebesar: 64% (1,7 Mg C ha-1.tahun-1) pada kondisi tergenang 5 cm, diikuti dengan kondisi dua kali kapasitas lapang sebesar 58% (1,3 Mg C ha-1.tahun-1) dan kondisi kapasitas lapang sebesar 41% (1,0 Mg C ha-1tahun-1). Penambahan kation polivalen seperti Fe dan Al akan menciptakan tapak jerapan bagi ion fosfat sehingga bisa mengurangi kehilangan hara P melalui pencucian (Rachim, 1995). Peningkatan kandungan P tanaman semakin besar bila pemberian fosfat alam berkadar Fe tinggi diikuti dengan pemberian amelioran Fe3+.  Untuk menekan kehilangan karbon dan mempertahankan stabilitas tanah gambut disarankan menggunakan bahan berkadar Fe tinggi sebagai amelioran dan fosfat alam berkadar Fe tinggi pada kondisi tergenang (Nelvia, 2009).

Jenis pupuk yang diperlukan adalah yang mengandung N, P, K, Ca dan Mg serta unsur mikro disesuaikan dengan kondisi setempat. Walaupun KPK gambut tinggi, namun daya pegangnya rendah terhadap kation yang dapat dipertukarkan sehingga pemupukan harus dilakukan beberapa kali dengan dosis rendah agar hara tidak banyak tercuci. Penggunaan pupuk yang tersedianya lambat sepertinya lebih baik dibandingkan pupuk NPK pada umumnya, karena akan lebih efisien dan dapat meningkatkan pH tanah (Subiksa et al., 1991).

 

BAB 3. Teknologi Pemupukan Saraswanti

3.1. Formulasi Unsur Hara

Teknologi formulasi unsur hara yang diterapkan pada setiap produk Saraswanti diarahkan terhadap jenis hara, kandungan hara, dan penambahan unsur atau senyawa aditif yang berpengaruh terhadap perbaikan kualitas tanaman, memperbaiki harkat kesuburan tanah dan mendorong percepatan ketersediaan hara.  Jenis hara yang dibutuhkan utamanya terdiri dari unsur N, P, K, Ca, Mg dan S, dimana  masing-masing unsur hara disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.

Kebutuhan formulasi komposisi pupuk ditetapkan berdasarkan hasil penelusuran secara terukur dan dapat dipertanggung jawabkan melalui hasil analisis tanah maupun daun.  Penambahan unsur hara yang selama ini kurang diperhatikan, namun sesungguhnya memiliki fungsi yang dapat berkontribusi nyata terhadap perbaikan kualitas produksi tanaman juga menjadi bagian untuk memperkuat kualitas formulasi pupuk, misalnya penambahan hara mikro secara lengkap terdiri dari unsur Cu, Zn, Fe, B dan Si.   Untuk meningkatkan kualitas pupuk, rekayasa komposisi acapkali dilakukan dengan memperkaya komposisi melalui penambahan bahan yang mampu meningkatkan harkat kesuburan tanah, seperti penambahan humic subtance.

Penerapan teknologi formulasi unsur hara sangat efektif untuk mengatasi permasalahan kondisi tanah gambut.  Konsep formulasi komposisi berdasarkan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara tanah akan menekan pengaruh hara yang berlebihan terkandung dalam pupuk yang mudah hilang karena terbawa run off atau tercucikan.  Dengan demikian, sangat logis bahwa formulasi unsur hara pupuk akan memaksimalkan efektifitas penggunaan pupuk

3.2. Formulasi Bentuk

Formulasi bentuk pupuk padatan yang dilakukan oleh Saraswanti diarahkan pada bentuk, ukuran partikel dan kemasifan permukaan butiran.   Formulasi sifat fisik pupuk pada bentuk pupuk diarahkan pada ukuran partikel pupuk yang lebih besar.  Ukuran luas butir yang lebih besar memiliki peluang integrasi keseluruhan unsur dalam partikel butiran secara lengkap yang lebih terjamin dan memiliki pengaruh terhadap pelarutan pupuk yang secara relatif lebih lambat dibanding dengan pupuk yang memiliki diameter partikel lebih kecil.  Sifat kemasipan pupuk berkaitan dengan kerapatan pori mikro di permukaan pupuk, direkayasa melalui proses compressing menghasilkan berat jenis butiran yang lebih besar (1,33-2,50 g/cm3) dan dapat membantu proses hancuran hidrolisis pelarutan bahan menjadi lebih lambat.  Sizing dan kemasifan pupuk berfungsi sebagai salah satu pengendali sifat pupuk slow release.

Formulasi pupuk dalam bentuk ukuran butiran yang lebih besar dan kemasifan pupuk yang berperan dalam menjaga pelepasan hara secara terkendali,sangat cocok diaplikasikan pada tanah gambut  Pupuk dengan sizing yang lebih besar mampu mengendalikan ketersediaan hara lebih efektif dengan mengurangi kehilangan hara asal pupuk yang dapat disebabkan oleh pencucian, dinamika air naik turun secara vertikal,dan lahan tergenang serta limpasan air pada periode waktu tertentu.

 

3.3. Formulasi Kecepatan Pelarutan Pupuk

Kecepatan pelarutan pupuk sering menjadi sasaran utama dalam rekayasa formulasi sifat fisik pupuk.  Sifat ini menjadi salah satu fokus Saraswanti dalam kaitanya dengan kemampuan pupuk  menyediaakan hara bagi tanaman.  Rekayasa formulasi kecepatan pelarutan pupuk yang telah Saraswanti terapkan dilakukan melalui mekanisme kimia, fisika dan penggabungan diantara kedua mekanisme tersebut.

Faktor pembatas nutrisi di tanah gambut  sering dikaitkan dengan kondisi air yang berlebihan di lapisan permukaan tanah.  Kehilangan nutrisi di permukaan lapisan tanah sering berhubungan dengan kelarutan nutrisi yang terbawa oleh pergerakan air secara berlebihan.  Dengan mengatur kecepatan pelarutan pupuk, maka boleh jadi kehilangan nutrisi di permukaan tanah dapat ditekan sekecil mungkin dengan harapan akan memberikan peluang pupuk lebih lama tersimpan di dalam tanah dan memberi peluang untuk meningkatkan efisiensi serapan tanaman.

Pupuk menyediakan hara bagi tanaman di dalam tanah diawali dengan terjadinya proses persentuhan materi pupuk dengan air asal kelembaban tanah.  Reaksi kimia hidrolisis di permukaan materi pupuk akan menyebabkan terjadinya peristiwa ionisasi pada masing-masing unsur yang terkandung dalam bahan.   Peristiwa reaksi kimia ini menyebabkan terjadinya pelarutan bahan pupuk untuk berubah menjadi hara dalam bentuk fraksi ion-ionnya. Pupuk yang diaplikasikan pada lahan dengan tingkat pencucian yang intensif sering menjadi tidak efektif, karena lebih banyak pupuk yang hilang dipermukaan tanah dibanding dengan nutrisi pupuk yang terserap tanaman.

 

BAB 4. Hasil Penggunaan Pupuk Saraswanti di Lahan Gambut

 

Hasil pengujian pada tanah gambut di kebun Kandeng Kecamatan Kotabesi Kabupaten Kotawaringin menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas penggunaan pupuk Majemuk NPK Palmo sebesar 39,6% dan 37,3% dibandingkan pupuk tunggal. Pada pengamatan di kebun Klangsam Kecamatan Baning Kabupaten Langsam, peningkatan produktivitas pupuk majemuk NPK Palmo sebesar 34,4% dibandingkan dengan pupuk tunggal. Tren yang sama juga ditunjukan pada pengujian di kebun Tudungsaji Kecamatan Baning Kabupaten Langsam, peningkatan terjadi sebesar 27,8% dibandingkan dengan pupuk tunggal.

Tabel 1. Pengujian efisiensi pupuk tunggal dan majemuk dibeberapa lokasi kebun pada tanah gambut.

Lokasi Kebun

Pupuk Tunggal

(ton/ha/tahun)

NPK Palmo

(ton/ha/tahun)

Peningkatan

(%)

Kebun Kanden Kec Kotabesi Kab Kotawaringin Timur

9.6

13.4

39.6

Kebun Kanden Kec Kotabesi Kab Kotawaringin Timur

7.5

10.3

37.3

Kebun Klangsam Kec Baning Kab Langsam

6.4

8.6

34.4

Kebun Tudungsaji Kec Baning Kab Langsam

7.2

9.2

27.8

Rerata

7.7

10.4

34.8

Sumber data: data koleksi tim PT Saraswanti Anugerah Makmur

Secara umum, peningkatan produktivitas penggunaan pupuk majemuk dibandingkan dengan pupuk tunggal di lahan gambut sebesar 34,8%. NPK Palmo merupakan pupuk majemuk berbentuk briket dengan karakter lepas lambat (slow release). Jenis karakter pupuk ini cocok untuk tanah gambut dimana sering terjadi kehilangan hara akibat pencucian. Walaupun KPK gambut tinggi, namun daya pegangnya rendah terhadap kation yang dapat dipertukarkan sehingga pemupukan harus dilakukan secara berulang atau menggunakan jenis pupuk yang lepas lambat. Penggunaan pupuk yang tersedianya lambat lebih baik dibandingkan pupuk NPK pada umumnya, karena akan lebih efisien dan dapat meningkatkan pH tanah (Radjagukguk, 1983).

Hasil pengamatan pada sawit TBM, menunjukkan bahwa penggunaan pupuk majemuk secara umum meningkatkan pertumbuhan tanaman baik dilihat dari luas daun, jumlah anak daun, rerata panjang anak daun, rerata lebar anak daun, jumlah pelepah daun dan panjang pelepah. Hasil pengamatan terhadap pengaruh penggunaan pupuk majemuk NPK Palmo dibandingkan tunggal di kebun Klangsam, Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang Kalimantan Barat disajikan pada Tabel 3 berikut.

Tabel 2. Pengujian efisiensi pupuk tunggal dan majemuk pada tanah gambut sawit TBM di kebun Klangsam, Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.

Perlakuan

Luas daun (m2)

Jumlah anak daun (buah)

Rerata panjang anak daun (cm)

Rerata lebar anak daun (cm)

Jumlah pelepah daun (buah)

Panjang pelepah (buah)

Palmo 1,5 3,5 185 52 3,2 33,6 216
Palmo 2 3 172 50 3,1 31,1 203
Tunggal 2,6 167 48 2,9 30,9 193

Sumber data: data koleksi tim PT Saraswanti Anugerah Makmur

 

KESIMPULAN

Secara umum, teknologi pupuk Saraswanti yang dikembangkan mampu memaksimalkan efektifitas dan efisiensi pemupukan sehingga dapat meningkatkan keuntungan budidaya sambil tetap menjaga kelestarian produktivitas lahan gambut, melalui; (1) Rekayasa komposisi kandungan hara sesuai kebutuhan kebutuhan tanaman (by order) yang dapat ditetapkan berdasarkan pendekatan ketersediaan hara tanah dan jaringan tanaman, sehingga efektif dalam menekan pemborosan kehilangan hara asal pupuk di lahan pertaniaan, (2) memiliki mekanisme pelepasan unsur hara sesuai kebutuhan dan karakteristik kimia tanah. Kelarutan pupuk lebih terukur untuk menyediakan hara cepat tersedia maupun lambat tersedia sesuai dengan fase pertumbuhan.  Peristiwa penyediaan hara yang demikian, akan mampu meningkatkan produktivitas tanaman secara optimal atau target produktivitas yang diharapkan berdasarkan peningkatan efisiensi serapan maupun efisiensi produksi, (3) dilengkapi nutrisi yang mampu mendorong peran metabolisme tanaman menjadi lebih baik, sehingga akan mampu meningkatkan kualitas produksi tanaman, dan (4) menjadikan hara asal pupuk tidak mudah hilang karena tercucikan, volatilisasi dan terjerap, sehingga produktivitas lahan terjaga kelestariaanya dan menekan pengaruh negatif terhadap kerusakan lahan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Mohr, E.C.J., F.A. van Baren, and J. van Schuylenborgh. 1972. Tropical Soils. A comprehensive study of their genesis. Mouton–Ichtiar Baru-Van Hoeve, The Hague-Paris-Jakarta. p. 481.

Nelvia, 2009. Kandungan fosfor tanaman padi dan emisi karbon tanah gambut yang diaplikasi dengaN amelioran Fe3+ dan fosfat alam pada beberapa tingkat pemberian air. J. Tanah Trop. 14(3):195-204.

Olde Venterink, T.E. Davidsson , K. Kiehl dan L. Leonardson. 2002.Impact of drying and re-wetting on N, P and K dynamics in a wetland soil. Plant and Soil 243: 119–130, Kluwer Academic Publishers.Pfadenhauer dan Grootjans. 1999. Wetland restoration in Central Europe: aims and methods. Applied Vegetation Science.Blackwell Publishing Ltd.

Rachim, A. 1995. Penggunaan kation-kation polivalen dalam kaitannya dengan ketersediaan fosfat untuk meningkatkan produksi jagung pada tanah gambut. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rieley, J.O., A.A. Ahmad-Shah & M.A. Brady., 1996, “The Extent and Nature of Tropical Peat Swamps”. In : Maltby et al., (Eds). Tropical Lowland Peatlands of Southeast Asia. Proc. of a Workshop on Integrated Planning and Management of Tropical Lowland Peatlands held at Cisarua, Indonesia, July 3 –8, 1992. IUCN, Gland, Switzerland. p : 15 – 53.

Salampak, 1999. Peningkatan produktivitas tanah gambut yang disawahkan dengan pemberian bahan amelioran tanah mineral berkadar besi tinggi. Disertasi Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sri Nuryani H.U, Didik H.F., A. Maas, 2007, “Kajian Kimia Gambut Hidrofilik dan Hidrofobik Sesudah Diameliorasi”, Prosiding Seminar dan Kongres Nasional IX HITI: Solusi Miskelola Tanah dan Air untuk Memaksimalkan Kesejahteraan Rakyat. UPN Veteran Yogyakarta, 5-7 Desember 2007.

Suharta, N. 2007. Sifat dan karakteristik tanah dari batuan sedimen masam di Provinsi Kalimantan Barat serta implikasinya terhadap pengelolaan lahan. Jurnal Tanah dan Iklim 25: 11−26.

Tropenbos Indonesia (2012). A new paper rejects claims that drainage of peatlands for plantations can be sustainable. Diakses dari https://www.tropenbos.org/news.

Widyati, E., 2011. Kajian optimasi pengelolaan lahan gambut dan Isu perubahan iklim. Tekno Hutan Tanaman 4(2):57-68.